Fatayat NU

nandcbp
0



Fatayat Nahdlatul ‘Ulama adalah sebuah organisasi pemudi (wanita muda) Islam, merupakan salah satu lembaga otonom dilingkungan Nahdlatul ‘Ulama. Didirikan di Surabaya 24 April 1950 M, bertepatan dengan 7 Rajab 1369 H.

Jika dipetakan secara umum, pergulatan dan dinamika perempuan NU (Fatayat NU) dapat dibagi dalam tiga tahap. Pertama, tahap perintisan (1950-1953). Tahap ini dimulai dari kota Surabaya, Jawa Timur dan sekitarnya oleh beberapa orang perempuan, yakni Khuzaemah Mansur, Aminah Mansur dan Murtosijah Chamid. Ketiganya dikenal dengan sebutan “Tiga Serangkai” pendiri Fatayat NU. Nama lain adalah Nihayah Bakri, Maryam Thoha dan Asnawiyah. Pada masa-masa ini, tenaga dan pikiran yang harus dikerahkan para perintisnya sungguh luar biasa. Mereka harus berjuang bagaimana meyakinkan organisasi induknya, yakni Nahdhatul Ulama tentang perlunya dibentuk wadah perempuan dalam organisasi ini. Mereka melakukan loby-loby terhadap petinggi NU dan para kyai kharismatik. Tak jarang pula, mereka harus menghadapi tantangan yang dapat melemahkan semangat mereka. Proses yang mereka mulai pada tahun 1950 baru disahkan oleh PBNU sebagai organisasi badan otonom pada tahun 1952 pada Muktamar NU di Palembang.

Pada tahun-tahun tersebut, mereka membentuk komunitas organisasi dengan merekrut anggota yang dimulai dari orang-orang terdekat dan di sekitar wilayahnya yang kemudian menjadi embrio terbentuknya cabang-cabang, ranting dan wilayah. Mereka pun membuat program organisasi dengan dana yang benar-benar swadaya tanpa bantuan fihak lain. Kontribusi penting Fatayat NU yang perlu disebut pada periode ini adalah bahwa kehadirannya telah “mencerahkan” kaum perempuan lapisan bawah yang berkultur santri. Prioritas programnya mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari pendidikan tingkat Taman Kanak-kanak (TK) hingga sekolah guru.  Mereka pun melakukan pemberantasan buta huruf (ini karena di NU saat itu banyak perempuan yang hanya bisa membaca huruf Arab, tetapi tidak bisa huruf latin), menyelenggarakan kursus keterampilan, seperti menjahit, menyulam, membordir, memasak, dan lain-lain. Disamping itu, menyelenggarakan kursus-kursus, seperti kursus bahasa Inggris. Bahkan pada saat menghadapi revolusi, mereka mengikuti latihan militer: menembak, menggunakan granat, dan sebagainya.

Post a Comment

0Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top